This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 21 Juni 2015

Perjuangan Papua Barat Oleh Generasi Papua Tiadah Batas, Untuk Mintah Kebebasan Papua Barat



Generasi Papua Tidak Akan Remeh Untuk Perjuangan Papua Barat!
PERJUANGAN GENERASI BANGSA PAPUA BARAT
GENERASI PAPUA UNTUK PERJUANGAN TANAH PAPUA—Generasi papua perlu di perjuangkan tanah papua ini, agar tanah papua ini ada harapan untuk esok harinya bebas dari belenggu. Namun kalau kita berperang untuk memijah baik maka semuanya mustahil sehingga sumber daya manusia orang papua akan madani terus sampai Tuhan datang, jika kita tidak di perjuangkan maka kita tidak akan ada harapan lagi untuk esok hari. Oleh sebab itu Generasi Papua jangan kendor Tetap kokohlah dengan semua perjuangan kita, sehingga perjuangan papua barat itu totalitas. Justru dengan itu “kalau kita generasi mudah tidak, siapa lagi, dan kalau generasi bukan, siapa lagi” maka dari itu sebagai generasi papua jangan kendor dengan hal-hal investasi dari orang-orang lain, agar harapan bangsa papua barat itu menjadi ada harapan untuk memijah cita-cita bangsa dan Negara kita. Namun kalau kita tidak kontrolin untuk memijah harapan esok, maka kita di perlukan adalah kita inilah generasi bangsa sehingga kita bisa pikir kita ini siapa, dan kita bisa memikir saya ini generasi bangsa, sehingga ujung-ujungnya bangsa jadi ada harapan.
     “Jika anak bangsa cerdas maka semua harapan bangsa ada harapan untuk menjunjung kedepan menjadi madani, namun kalau kita ada niat untuk perjuangan untuk kedepan maka kita harus ada niat imajinasih kedepan yang cerah dan totalitas. Semuanya kalau kita tidak kendor maka semuanya itu madani dan totalitas bagi kita, tapi selama ini semungkin besar yang kami menjumpai adalah manifestasi, apakah kami bisa imajinasi untuk kedepan bangsa papua ini, agar supaya bangsa papua ini madani dan sejahtera di atas tanah papua ini.
    “Suara dan Kabar oleh Generasi Papua selalu terus menerus untuk mintah tuntaskan Ham dan Persoalan di papua, suara tuntaskan Ham dan Persoalan di papua karena hal tersebut itu selalu memijah oleh Kolonial Indonesia maka masyarakat papua selalu remeh dalam semua hal sehingga dengan itu kami bangsa papua ingin bebas dan ingin atur dengan nasip sendiri. Derita dan Jerita oleh bangsa papua barat ini bukan karena hal biasa, tapi semua Derita dan Jerita itu karena mintah kebebasan agar orang papua ingin atur dengan nasip sendiri. (Yob/pp).

Selasa, 16 Juni 2015

Tiadah Batas Suara Orang Papua Untuk Mintah Tuntaskan HAM Di Papua!



Tidak Pernah Berentih Persoalan Di Papua Terhadap Masyarakat Papua, Maka Masyarakat Papua Bersuara Untuk Mintah Tuntaskan HAM Di Papua
Suara Anak Bangsa

ORANG PAPUA—Sumber Daya Manusia di Indonesia Semaking meningkat dan semaking majuh, tapi di balik itu adanya, Nepotisme, Solusi, Korupsi, Pemerkosahan, dan Pembunuan selalu memijah oleh kolonial Indonesia, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak tercapai untuk Sumber Daya Manusia yang madani bagi masyarakat Indonesia. Waktu bergulir tapi kapangkah persoalan-persoalan yang sering terjadi di tanah papua tidak pernah tuntas ini, dan kapankah tingka-laku kolonial Indonesia di wibawahkan hukum Negara yang sedang berlaku. Jika semua persoalan yang terjadi di tanah papua, persoalan itu menjadi meremehkan bagi masyarakat orang papua ini. Oleh karena itu masyarakat papua terpuruk karena hal-hal kegiatan kepanikan yang kolonial Indonesia di perdaya atau di tindas terhadap masyarakat papua itu.
   “Sumber Daya Manusia semaking baik maka dunia globalpun merintis untuk menciptakan hak-hak bagi setiap orang. Justru dengan itu maka manusia itu menjadi totalitas untuk seseorang yang berpotensih menciptakan suatu hal baik bagi seseorang atau bagi bangsa. Mutualisme manusia yang berpotensih karenanya tidak ada persoalan dan berbagai kegiatan yang imajinasih, sehingga dengan itu maka Negara dan bangsa itu menjadi madani. Tetapi di Negara Indonesia tidak adanya hukum sebagai Hukum HAM dalam UUD 1945 maka Kolonial Indonesia selalu di tindas ham dan selalu di perdaya ham terus menerus sampai sekarang ini. Maka dengan itu Kami dari bangsa papua mintah kepada Indonesia harus secepat tuntaskan HAM dan persoalan-persoalan yang selalu kolonial simat terhadap orang-orang papua itu di tanah papua.
     “Tanah Papua Butuh dan rekonsiliasi untuk Tuntaskan Ham dan Persoalan Yang Sering Terjadi Di Tengah-Tengah Masyarakat Papua, dan Tanah Papua Butuh Regulasi Untuk Perdamaian. Kebebasan Bagi Setiap Bangsa Adalah Tidak Pernah Tidak Ada, Tetapi Kebebasan Bagi Setiap Bangsa Pasti Ada. Oleh sebab itu suara bangsa papua juga melandah untuk mintah kebebasan bagi bangsa papua barat.
Jika semua hambatan Sumber Daya Manusia terkadang hambat bagi Negara Indonesia itu, itu kalau Kita Refleksih mengenai hambatan sumber daya manusia, maka kami tidak akan menciptakan situasi baik untuk kedepan bagi bangsa. (Yob/pp).

Senin, 18 Mei 2015

Rabu, 13 Mei 2015

PAPUA ADA HARAPAN UNTUK MERDEKA

DEKOLONISASI MASYARAKAT ADAT BANGSA KOLONIAL
( Menyadari Sifat, Ciri khas dan Perlakuan, Bangsa Kolonial Atas Masyarakat Adat )


     PROSES Penjajahan dimulai dengan pendudukan fisik tanah dan dominasi masyarakat adat. Setelah aspek terutama fisik penjajahan (konflik Militer., relokasi, dll,), metode non-fisik yang diterapkan. Ini termasuk apa yang dapat disebut aspek mental. Indoktrinasi agama, asimilasi budaya, sosial dan ekonomi adalah contoh yang umum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kolonisasi terdiri dari dua aspek utama – fisik dan mental.
Sebelum kolonisasi hadir di atas tanah masyarakat adat, keberadaan mereka merupakan bentuk dari negara merdeka dan berdaulat diatas tanah dan wulayat. Melalui kolonisasi Masyarakat adat kehilangan kebebasan mereka dan hidup dalam situasi tertindas. Agar terbebas dari keadaan yang menindas proses kolonisasi harus dibalik. Artinya, hal itu harus dimulai dengan aspek mental dan bergerak ke arah fisik. Kolonisasi selalu merusak. Kehancuran ini menjadi termaginalisasi dalam masyarakat Adat. Beberapa karakteristik dasar ini adalah:
1. Kekerasan internal dan agresi; Kemarahan dan kekerasan yang ditujukan terhadap diri sendiri, satu sama lain dan keluarga / masyarakat. Ini termasuk perkosaan, pembunuhan, penganiayaan, pelecehan seksual terhadap anak, pemabukan, pencurian bunuhan, prostitusi, dll kekerasan irasional dalam hasil dari penjajahan atas masyarakat adat dari kondisi tertindas bahwa kolonisasi memaksakan pada orang. ( Kemiskinan, kehilangan identitas, kerusakan struktur keluarga dan bangsa, dll) Beberapa ini berasal dari metode khusus yang digunakan oleh bangsa penjajah, misalnya system pendidikan, bentuk pengajaran di sekolah , sistem cadangan, dll.
2. Individualisme – kepentingan; Dengan rincian dari bangsa dan keluarga, fragmentasi dan persaingan telah datang untuk menggantikan rasa persatuan,persaudaraan sebangsa, sewulayat dan kebersamaan masyarakat yang pernah menjadi dasar masyarakat Adat.(contoh: Perang suku, masalah pemilukada, masalah partai,di beberapa wilayah masyarakat Adat di Papua )
3. Mengabaikan salah satu budaya yang – asimilasi; Sebuah taktik kunci jika kolonisasi adalah untuk menggambarkan budaya adat sebagai negative kuno dan tidak relevan untuk masyarakt (modern). Setelah keyakinan ini tertanam dalam benak orang-orang adat mereka tidak memiliki alternatif lain melainkan diharuskan untuk mengasimilasi dan sesuai dengan masyarakat kolonialis ( Contoh: TV Papua tidak menyiarkan budaya dan lagu Papua, RI Nusantara V Jayapura, jarang menyiarkan lagu daerah asli Papua itu bagian dari asimilai kedalam budaya kolonial, maka sering kita degar lagu dangdut, pank, keroncong, sampai orang Papua ikut angkat lagu dengan irama keroncong jawa fakta nuansa musik dan lirik di Papua).
4. Kompleksitas Rendah diri – Krisis Identitas; Tujuan dari kolonialis adalah membuat orang adat percaya bahwa ada aspek positifya sedikit atau tidak ada dalam budaya Masyarakat Adat. Dominasi fisik dan mental, penggambaran negatif konstan pada penduduk asli atau pribumi dan sejarah mereka, dan sikap supremasi non pribumi memainkan peran fundamental atas nama Hukum Negara dalam penciptaan kompleks inferioritas pada masyarakat Adat. Orang pribumi mulai mempertanyakan identitas mereka dan menjadi terjebak di antara konsep historis realitas hari tradisional Papua dan sekarang. “Siapakah aku?” “Apa artinya lahir sebagai dan menjadi Papua”? Faktor yang berkontribusi besar terhadap pertanyaan-pertanyaan ini pada kedudukan / masyarakat sekolah, pembinaan anak-anak adat, sejarah yang tidak akurat, sentralisasi kebijakan yang berhubungan degan budaya dan identitas dijaga ketat oleh pemerintah, di daerah perkotaan, dan kehilangan bahasa dan budaya masyarakat Adat.
5. Meninggalkan wilayah tradisional; Kolonisasi menciptakan rasa ketergantungan Adat di kota-kota kolonial didirikan (cadangan – kota) dan kota. Untuk mendapatkan keuntungan dari program kolonial dan lembaga masyarakat adat harus bermigrasi ke daerah-daerah dan meninggalkan wilayah tradisional mereka. Tindakan relokasi dan mengisolasi penduduk asli ke dalam kawasan cagar adalah taktik yang digunakan untuk memaksa orang menjauh dari sebagian besar wilayah mereka degan atas nama pembagunan PEMUKIMAN. Hal ini memungkinkan negara kolonial untuk menganggap yurisdiksi atas tanah yang dulunya dikuasai oleh Bangsa papua/masyarakat Adat Papua. Ini juga menghilangkan masyarakat adat secara fisik untuk mengakomodasi pembentukan masyarakat pemukim dan ekstradisi sumber daya. Proses Land Registering ( Agraria ) saat ini adalah Perjanjian cara legal masuk dalam kehidupan masyarakt Adat, dan upaya memperoleh persetujuan untuk disepakati penutupan dan penyerahan wilayah tradisional atau hak Wulayat masayarakat adat. Contoh: Kerom,Arso tanah adat diambil untuk kebun Kelapa sawit, wilayah Grimi Nawa, Taja,Juk Lere Kaureh sebagian tanah adat diambil untuk pemukiman transmigrasi dan perkebunan kelapa sawit. Dekolonisasi, seperti yang disebutkan diatas, adalah tindakan membalikkan proses kolonisasi. Dapat dikatakan bahwa dekolonisasi bersifat konstruktif, bukan destruktif. metode berikut dekolonisasi ditujukan untuk membalikkan efek destruktif kolonialisme yang telah dijelaskan di atas:
1.Meningkatkan; Kesadaran negara yang menindas penduduk asli hidup di paparkan lebih realistis dari sejarah dan dengan mengidentifikasi musuh yang sudah menciptakan dan memelihara penindasan itu. Strategi yang efektif dapat mencakup tindakan kontra-metode seperti: mendidik diri sendiri dan melayani sebagai contoh bagi orang lain, advokasi hak-hak adat yang berdaulat, mendukung dan membela hak-hak wulayat masyarakat Adat. Kegiatan ini memberi pengalaman yang menanamkan rasa senasip setujuan dengan melibatkan orang dalam tindakan yang memberikan kontribusi positif untuk komunitas mereka dan DEKOLONISASI
2.Akhirnya untuk meningkatkan harga diri mereka; Individu, keluarga, kemudian komunitas pemulihan harus terjadi. Selama proses pemulihan, kekerasan irasional dan agresi dibubarkan dan aspek yang lebih terarah dapat diidentifikasi untuk melampiaskan perasaan negatif yang tetap ditanam dari penjajahan.
3.Memahami Anda adalah orang Adat dan bangsa sebagai nenek moyang yang sama; Selama tahap awal pemulihan, persatuan dan kebersamaan memainkan peran penting dalam penguatan unit keluarga dan masyarakat Adat. Orang Adat yang sadar sejarah dan ciri serta gelagat penindas, mereka juga menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Sikap individualistis diperkenalkan melalui kolonisasi, mengikuti pada kecenderungan alami, bahwa Adat merawat dan mendukung satu sama lain. Kepentingan pribadi juga memburuk dan bertentangan degan nilai norma adat dan kepentingan adat atau komunal /kebersamaan bangsa dalam bentuk nasional menjadi fokus utama sebagai kebutuhan dalam proses dekolonisasi.
4.Revitalisasi rasa kebangsaan dan menghargai pengetahuan dan cara keturunan secara Adat; Filsafat tradisional hormat dan penghargaan terhadap Bumi, kehidupan, orang lain dan diri sendiri adalah bagian positif dari budaya adat yang masih relevan saat ini. Pemahaman tentang aspek negatif dan positif dari masyarakat kolonial penting dan pendidikan pada aspek-aspek negatif harus ditekankan, sedangkan aspek-aspek positif yang digunakan. Harus diakui bahwa semua orang pribumi berasimilasi ke satu derajat atau yang lain, tidak ada yang kebal dari pengaruh kolonial atau asimilasi. Meskipun hal ini tetap benar, itu juga harus diterima bahwa budaya adat dan cara-cara tidak statis. Jika masyarakat adat tidak mengalami pengaruh kolonialisme, mereka tidak akan menjadi masyarakat yang sama persis seperti yang ada pada saat kontak awal. Orang Pribumi sekarang harus belajar untuk hidup dalam lingkungan kolonial dengan cara decolonized.
5.Menyadari kekuatan dengan cara adat; Selama menjalani dan menyatakan ke kebenaran-kebenaran sejarah, orang Adat menyadari kepalsuan dan dis-informasi bahwa masyarakat kolonialis bersirkulasi dalam hal sejarah Adat, budaya, dan praktek. Untuk memperluas proses dekolonisasi, penting untuk mulai mengarah pada tujuan lebih akurat dan benar dari masyarakat adat pada tahap ini. Pendidikan ulang pertama harus diarahkan untuk Bangsa Pribumi dan kemudian fokus dapat diarahkan kepada orang-orang dari negara lain. Masyarakat adat telah memiliki rasa rendah diri melalui gaya hidup yang menindas bahwa mereka telah menjadi terbiasa, reaksi awal mereka mungkin untuk menggulingkan penindas mereka dan mendapatkan kendali pemerintahan. Orang adat harus memahami bahwa masyarakat kolonial adalah merusak dan beberapa aspek positif itu tidak mengandung satu-satunya komponen yang bermanfaat yang dapat berkontribusi terhadap proses dekolonisasi. Hal ini tidak layak untuk Bangsa Pribumi terjajah untuk kembali ke gaya hidup yang benar-benar tradisional, mentalitas mereka dan lingkungan telah berubah secara drastis. Namun, penggabungan aspek positif (modern) masyarakat dan cara-cara adat leluhur akan memberikan kontribusi untuk mengatasi efek rendah diri dan krisis identitas.
6.Kependudukan kembali pada wilayah tradisional; Ini termasuk mendirikan kamp-kamp permanen atau semi-permanen dan masyarakat di daerah sebelumnya ditempati oleh masayrakat Adat yang ditinggalkan, serta meningkatkan kegiatan tradisional seperti memancing, berburu, dan pengumpulan makanan lainnya. Tujuan utama dari kependudukan kembali tersebut adalah untuk akhirnya membangun masyarakat mandiri dan independen di luar jangkauan dan pengaruh masyarakat kolonial. Dari ini, wilayah berdaulat dan bebas dapat direkonstruksi, akhirnya menghapus Masyarakat adat dari masyarakat kolonial – tujuan utama dekolonisasi. Kolonisasi adalah konstruktif untuk masyarakat kolonial, tapi merusak masyarakat Adat. Sebaliknya, dekolonisasi adalah konstruktif untuk masyarakat adat, tetapi merusak masyarakat kolonial. (yob/pp).




Minggu, 10 Mei 2015

PAPUA ADA HARAPAN UNNTUK MERDEKA!



DEKOLONISASI MASYARAKAT ADAT BANGSA KOLONIAL
( Menyadari Sifat, Ciri khas dan Perlakuan, Bangsa Kolonial Atas Masyarakat Adat )
 
Teys
     PROSES Penjajahan dimulai dengan pendudukan fisik tanah dan dominasi masyarakat adat. Setelah aspek terutama fisik penjajahan (konflik Militer., relokasi, dll,), metode non-fisik yang diterapkan. Ini termasuk apa yang dapat disebut aspek mental. Indoktrinasi agama, asimilasi budaya, sosial dan ekonomi adalah contoh yang umum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kolonisasi terdiri dari dua aspek utama – fisik dan mental.
Sebelum kolonisasi hadir di atas tanah masyarakat adat, keberadaan mereka merupakan bentuk dari negara merdeka dan berdaulat diatas tanah dan wulayat. Melalui kolonisasi Masyarakat adat kehilangan kebebasan mereka dan hidup dalam situasi tertindas. Agar terbebas dari keadaan yang menindas proses kolonisasi harus dibalik. Artinya, hal itu harus dimulai dengan aspek mental dan bergerak ke arah fisik. Kolonisasi selalu merusak. Kehancuran ini menjadi termaginalisasi dalam masyarakat Adat. Beberapa karakteristik dasar ini adalah:
1. Kekerasan internal dan agresi; Kemarahan dan kekerasan yang ditujukan terhadap diri sendiri, satu sama lain dan keluarga / masyarakat. Ini termasuk perkosaan, pembunuhan, penganiayaan, pelecehan seksual terhadap anak, pemabukan, pencurian bunuhan, prostitusi, dll kekerasan irasional dalam hasil dari penjajahan atas masyarakat adat dari kondisi tertindas bahwa kolonisasi memaksakan pada orang. ( Kemiskinan, kehilangan identitas, kerusakan struktur keluarga dan bangsa, dll) Beberapa ini berasal dari metode khusus yang digunakan oleh bangsa penjajah, misalnya system pendidikan, bentuk pengajaran di sekolah , sistem cadangan, dll.
2. Individualisme – kepentingan; Dengan rincian dari bangsa dan keluarga, fragmentasi dan persaingan telah datang untuk menggantikan rasa persatuan,persaudaraan sebangsa, sewulayat dan kebersamaan masyarakat yang pernah menjadi dasar masyarakat Adat.(contoh: Perang suku, masalah pemilukada, masalah partai,di beberapa wilayah masyarakat Adat di Papua )
3. Mengabaikan salah satu budaya yang – asimilasi; Sebuah taktik kunci jika kolonisasi adalah untuk menggambarkan budaya adat sebagai negative kuno dan tidak relevan untuk masyarakt (modern). Setelah keyakinan ini tertanam dalam benak orang-orang adat mereka tidak memiliki alternatif lain melainkan diharuskan untuk mengasimilasi dan sesuai dengan masyarakat kolonialis ( Contoh: TV Papua tidak menyiarkan budaya dan lagu Papua, RI Nusantara V Jayapura, jarang menyiarkan lagu daerah asli Papua itu bagian dari asimilai kedalam budaya kolonial, maka sering kita degar lagu dangdut, pank, keroncong, sampai orang Papua ikut angkat lagu dengan irama keroncong jawa fakta nuansa musik dan lirik di Papua).
4. Kompleksitas Rendah diri – Krisis Identitas; Tujuan dari kolonialis adalah membuat orang adat percaya bahwa ada aspek positifya sedikit atau tidak ada dalam budaya Masyarakat Adat. Dominasi fisik dan mental, penggambaran negatif konstan pada penduduk asli atau pribumi dan sejarah mereka, dan sikap supremasi non pribumi memainkan peran fundamental atas nama Hukum Negara dalam penciptaan kompleks inferioritas pada masyarakat Adat. Orang pribumi mulai mempertanyakan identitas mereka dan menjadi terjebak di antara konsep historis realitas hari tradisional Papua dan sekarang. “Siapakah aku?” “Apa artinya lahir sebagai dan menjadi Papua”? Faktor yang berkontribusi besar terhadap pertanyaan-pertanyaan ini pada kedudukan / masyarakat sekolah, pembinaan anak-anak adat, sejarah yang tidak akurat, sentralisasi kebijakan yang berhubungan degan budaya dan identitas dijaga ketat oleh pemerintah, di daerah perkotaan, dan kehilangan bahasa dan budaya masyarakat Adat.
5. Meninggalkan wilayah tradisional; Kolonisasi menciptakan rasa ketergantungan Adat di kota-kota kolonial didirikan (cadangan – kota) dan kota. Untuk mendapatkan keuntungan dari program kolonial dan lembaga masyarakat adat harus bermigrasi ke daerah-daerah dan meninggalkan wilayah tradisional mereka. Tindakan relokasi dan mengisolasi penduduk asli ke dalam kawasan cagar adalah taktik yang digunakan untuk memaksa orang menjauh dari sebagian besar wilayah mereka degan atas nama pembagunan PEMUKIMAN. Hal ini memungkinkan negara kolonial untuk menganggap yurisdiksi atas tanah yang dulunya dikuasai oleh Bangsa papua/masyarakat Adat Papua. Ini juga menghilangkan masyarakat adat secara fisik untuk mengakomodasi pembentukan masyarakat pemukim dan ekstradisi sumber daya. Proses Land Registering ( Agraria ) saat ini adalah Perjanjian cara legal masuk dalam kehidupan masyarakt Adat, dan upaya memperoleh persetujuan untuk disepakati penutupan dan penyerahan wilayah tradisional atau hak Wulayat masayarakat adat. Contoh: Kerom,Arso tanah adat diambil untuk kebun Kelapa sawit, wilayah Grimi Nawa, Taja,Juk Lere Kaureh sebagian tanah adat diambil untuk pemukiman transmigrasi dan perkebunan kelapa sawit. Dekolonisasi, seperti yang disebutkan diatas, adalah tindakan membalikkan proses kolonisasi. Dapat dikatakan bahwa dekolonisasi bersifat konstruktif, bukan destruktif. metode berikut dekolonisasi ditujukan untuk membalikkan efek destruktif kolonialisme yang telah dijelaskan di atas:
1.Meningkatkan; Kesadaran negara yang menindas penduduk asli hidup di paparkan lebih realistis dari sejarah dan dengan mengidentifikasi musuh yang sudah menciptakan dan memelihara penindasan itu. Strategi yang efektif dapat mencakup tindakan kontra-metode seperti: mendidik diri sendiri dan melayani sebagai contoh bagi orang lain, advokasi hak-hak adat yang berdaulat, mendukung dan membela hak-hak wulayat masyarakat Adat. Kegiatan ini memberi pengalaman yang menanamkan rasa senasip setujuan dengan melibatkan orang dalam tindakan yang memberikan kontribusi positif untuk komunitas mereka dan DEKOLONISASI
2.Akhirnya untuk meningkatkan harga diri mereka; Individu, keluarga, kemudian komunitas pemulihan harus terjadi. Selama proses pemulihan, kekerasan irasional dan agresi dibubarkan dan aspek yang lebih terarah dapat diidentifikasi untuk melampiaskan perasaan negatif yang tetap ditanam dari penjajahan.
3.Memahami Anda adalah orang Adat dan bangsa sebagai nenek moyang yang sama; Selama tahap awal pemulihan, persatuan dan kebersamaan memainkan peran penting dalam penguatan unit keluarga dan masyarakat Adat. Orang Adat yang sadar sejarah dan ciri serta gelagat penindas, mereka juga menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Sikap individualistis diperkenalkan melalui kolonisasi, mengikuti pada kecenderungan alami, bahwa Adat merawat dan mendukung satu sama lain. Kepentingan pribadi juga memburuk dan bertentangan degan nilai norma adat dan kepentingan adat atau komunal /kebersamaan bangsa dalam bentuk nasional menjadi fokus utama sebagai kebutuhan dalam proses dekolonisasi.
4.Revitalisasi rasa kebangsaan dan menghargai pengetahuan dan cara keturunan secara Adat; Filsafat tradisional hormat dan penghargaan terhadap Bumi, kehidupan, orang lain dan diri sendiri adalah bagian positif dari budaya adat yang masih relevan saat ini. Pemahaman tentang aspek negatif dan positif dari masyarakat kolonial penting dan pendidikan pada aspek-aspek negatif harus ditekankan, sedangkan aspek-aspek positif yang digunakan. Harus diakui bahwa semua orang pribumi berasimilasi ke satu derajat atau yang lain, tidak ada yang kebal dari pengaruh kolonial atau asimilasi. Meskipun hal ini tetap benar, itu juga harus diterima bahwa budaya adat dan cara-cara tidak statis. Jika masyarakat adat tidak mengalami pengaruh kolonialisme, mereka tidak akan menjadi masyarakat yang sama persis seperti yang ada pada saat kontak awal. Orang Pribumi sekarang harus belajar untuk hidup dalam lingkungan kolonial dengan cara decolonized.
5.Menyadari kekuatan dengan cara adat; Selama menjalani dan menyatakan ke kebenaran-kebenaran sejarah, orang Adat menyadari kepalsuan dan dis-informasi bahwa masyarakat kolonialis bersirkulasi dalam hal sejarah Adat, budaya, dan praktek. Untuk memperluas proses dekolonisasi, penting untuk mulai mengarah pada tujuan lebih akurat dan benar dari masyarakat adat pada tahap ini. Pendidikan ulang pertama harus diarahkan untuk Bangsa Pribumi dan kemudian fokus dapat diarahkan kepada orang-orang dari negara lain. Masyarakat adat telah memiliki rasa rendah diri melalui gaya hidup yang menindas bahwa mereka telah menjadi terbiasa, reaksi awal mereka mungkin untuk menggulingkan penindas mereka dan mendapatkan kendali pemerintahan. Orang adat harus memahami bahwa masyarakat kolonial adalah merusak dan beberapa aspek positif itu tidak mengandung satu-satunya komponen yang bermanfaat yang dapat berkontribusi terhadap proses dekolonisasi. Hal ini tidak layak untuk Bangsa Pribumi terjajah untuk kembali ke gaya hidup yang benar-benar tradisional, mentalitas mereka dan lingkungan telah berubah secara drastis. Namun, penggabungan aspek positif (modern) masyarakat dan cara-cara adat leluhur akan memberikan kontribusi untuk mengatasi efek rendah diri dan krisis identitas.
6.Kependudukan kembali pada wilayah tradisional; Ini termasuk mendirikan kamp-kamp permanen atau semi-permanen dan masyarakat di daerah sebelumnya ditempati oleh masayrakat Adat yang ditinggalkan, serta meningkatkan kegiatan tradisional seperti memancing, berburu, dan pengumpulan makanan lainnya. Tujuan utama dari kependudukan kembali tersebut adalah untuk akhirnya membangun masyarakat mandiri dan independen di luar jangkauan dan pengaruh masyarakat kolonial. Dari ini, wilayah berdaulat dan bebas dapat direkonstruksi, akhirnya menghapus Masyarakat adat dari masyarakat kolonial – tujuan utama dekolonisasi. Kolonisasi adalah konstruktif untuk masyarakat kolonial, tapi merusak masyarakat Adat. Sebaliknya, dekolonisasi adalah konstruktif untuk masyarakat adat, tetapi merusak masyarakat kolonial. (yob/pp).